Selasa, 27 Desember 2016

Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)

Epistemologi (Filsafat Pengetahuan) A. Pengertian Epistemologi Istilah Epistemology dipakai pertama kali oleh J.F. Feriere yang maksudnya untuk membedakan antara dua cabang filsafat, yaitu epistemologi dan ontologi (metafisika umum). Kalau dalam metafisika, pertanyaan pokoknya adalah ‘Apakah hal yang ada itu?’, maka pertanyaan dasar dalam epistemologi adalah ‘Apakah hal yang dapat saya ketahui?’ 1. Logika Material Istilah logika material sudah mengandaikan adanya ilmu pengetahuan yang lain disebut logika formal. Sesunggunhnya istilah logika material ini secara khusus hanya terdapat pada kepusakaan kefilsafatan Belanda. 2. Kriteriologia Istilah kriteriologia berasal dari kata kriterium yang berarti ukuran. Dalam hal ini ynag dimaksud adalah ukuran untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan tertentu. Dengan demikian, kriteriologia merupakan suatu cabang filsafat yang berusaha untuk menetapkan benar tidaknya suatu pkiran atau pengetahuan berdasarkan ukuran tentang kebenaran. 3. Kritika Pengetahuan Istilah kritika pengetahuan sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan istilah kriteriologia. Yang dimaksud kritika di sini adalah sejenis usaha manusia utuk menetapkan, apakah suatu pikiran atau pengetahuan manusia itu sudah benar atau tidak benar dengan jalan meninjaunya secara sedalam-dalamnya. 4. Gnoseologia Istilah gnoseologia berasal dari kata gnosis dan logos. Dalam hal ini gnosis berarti pengetahuan yang bersifat keilahian, sedangkan logos berarti ilmu penegtahuan. Dengan demikian, gnoseologia berarti suatu ilmu pengetahuan atau cabang filsafat yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pengetahuan, kjususnya mengenai pengetahuan yangbersifat keilahian. 5. Filsafat Pengetahuan Secara singkat dapat dikatakan bahwa filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersolakan mengenai masalah hakikat pengetahuan. B. Terjadinya Pengetahuan Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi, sebabjawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang akan berwarna pandangan atau paham filsafatnya. Jawaban yang paling sederhana tentang terjadinya pengetahuan ini apakah berfilsafat apriori atau aposteriori. Penegtahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman batin. Adapun pengetahuan aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Dengan demikian, pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif. (Abbas Hamammi M., 1982, hlm. 11) 1. Pengalaman Indra Orang sering merasa bahwa pengindraan adalah alat yang paling vital dalam memperoleh pengetahuan. Memang dalam hidup manusia tampaknya pengindraan adalah satu-satunya alat untuk mencerap segala objek yang ada di luar diri manusia. Karenaterlalu menekankan pada kenyataan, paham demikian dalam filsafat disebutrealisme. Realisme adalah suatu paham yang bependapat bahwa semua yang dapat diketahui hanya kenyataan. Jadi, pengetahuan berawal mula dari kenyataan yang diindrai. Tokoh pemula dari pandangan ini adalah Aristoteles, yang berpendapat bahwa pengetahuan terjadi bila subjek diubah di bawah pengaruh objek, artinya bentuk dari dunia luar meninggalkan bekas dalam kehidupan batin. Objek masuk dalam diri subjekmelalui persepsi indra (sensasi). Yang demikian ini ditegaskan pula oleh Aristoteles yang berkembang pada abad pertengahan adalah Thomas Aquinas yang mengemukakan bahwa tiada sesuatu dapat masuk lewat ke dalam akal yang tidak ditangkap oleh indra. 2. Nalar (Reason) Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini tentang asas-asas pemikiran. 3. Otoritas (Authority) Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karenakelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang memiliki kewibawaan dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibawaan tertentu. 4. Intuisi (Intuition) Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia melalui proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan berupa pengetahuan. Penegtahuan yang diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian, peran intusi sebagai sumber pengetahuan adalah adanya kemampuan dalam diri manusia yang dapat melahirkan pernyataan-pernyataan berupa pengetahuan. 5. Wahyu (Revelation) Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karenaada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karenakita mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita. 6. Keyakinan (Faith) Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas, karenakeduanya menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakannya adalah kepercayaan. Perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatik diikutinya adalah peraturan yang berupa agama. Adapun keyakinan melaui kemampuan kejiwaan manusia merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan. Karena keprcayaan itu bersifta dinamik mampu menyesuaikan dengan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan keyakinan itu sangat statik, kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan cocok buat kepercayaannya. C. Teori Kebenaran Dalam perkembangan pemikran filsafat perbicangan tentang kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang kemudian diteruskan oleh Aristoteles. Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal. Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan berbagai penyempurnaan sampai kini. Secara tradisional teori-teori kebenaran itu adalah sebagai berikut. 1. Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of Truth) Teori koherensi dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley. Menurut Kattsoff (1986) dlam bukunya Elements of Philosophy teori koherensi dijelaskan “ . . . suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita”. 2. Teori Kebenaran Saling Berkesesuaian (Corespondence Theory of Truth) Teori kebenaran korespondensi paling awal dan paling tua yang berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita ketahui dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek. (Abbas Hamami, 1996, hlm. 116) 3. Teori Kebenaran Inherensi (Inherent Theory of Truth) Kadang-kadang teori ini disebut teori pragmatis. Pandangannya dalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dpat dipergunakan atau bermanfaat. 4. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth) Yaitu proposisi itu ditinjaiu dari segi arti atau maknanya. Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya mempunyai referen yang jelas. Oleh sebab itu, teori ini mempunyai tugas untuk menguakkan kesahan dari proposisi dalam referensinya. (Abbas Hamami M., 1982, hlm. 29) 5. Teori Kebenaran Sintaksis Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak padaketeraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasayang melekatnya. Dengan demikian, suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila proosisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai arti. Teori ini berkembang di antara para filsuf analisis bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika. 6. Teori Kebenaran Nondeskripsi Teori kebenaran nondeskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statemen atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung peran dan fungsi daripada pernyataan itu. 7. Teori Kebenarn Logis yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth) Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik yag diawali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibat suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupinya. (Abbas Hamami, 1996, hlm. 115-121) D. Jenis-jenis Pengetahuan Pengetahuan menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi atas: 1. Pengetahuan nonilmiah 2. Pengetahuan ilmiah Jenis pengetahuan dapat dilihat menurut pendapat Palto danAristoteles. Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan pengetahuan sesuai dengan tingkatan objeknya. Pembagiannya adalah sebagai berikut. 1. Pengetahuan Eikasia (Khayalan) Tingkatan yang paling rendah disebut pengetahuan eikasia, yakni pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan manusia yang berpengetahuan. Pengetahuan dalam tingkatan ini misalnya seseorang yang mengkhayal bahwa dirinya pada saat tertentu mempunyai rumah yang mewah, besar, dan indah dilengkapi kendaraan dan lain-lain sehingga khayalanya ini terbawa mimpi. Di dalam mimpinya ia betul-betul merasa mempunyai dan menempati rumah itu. Apabila seseorang dalam keadaan sadar menganggap bahwa khayalan mimpinya itu betul-betul berupa suatu fakta yang ada dalam dunia kenyataan. 2. Pengetahuan Pistis (Substansial) Satu tingkat di atas eikasia adalah tingkatan pistis atau pengetahuan substansial. Pengetahuan ini adalah pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau dapat diindrai secara langsung. Objek pengetahuan psitis biasa disebut zooya karenaisi pengetahuan semacam ini mendekati suatu keyakinan (kepastian yang bersifat sangat pribadi atau kepastian subjektif). Pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran apabila mempunyai syarat-syarat cukup bagi suatu tindakan mengetahui, misalnya mempunyai pendengaran yang baik, penglihatan normal serta indra yang normal. 3. Pengetahuan Dianoya (Matematik) Pengetahuan dalam tingkatan ketiga daalah pengetahuan dianoya. Plato menerangkan tingkat pengetahuan ini ialah tingkat yang ada di dalamnya sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta atau objek yang tampak, tetapi juga terletak pada bagaimana cara berpikirnya. Contoh yang dituturkan oleh Plato tentang pengetahuan ini adalah para ahli matematika atau geometri, di mana objeknya adalah matematik, yakni suatu yang harus diselidiki dengan akal budi melalui gambar-gambar, diagram kemudian ditarik suatu hipotesis. Hipotesis ini diolah terus hingga sampai padakepastian. Dengan demikian, dapat dituturkan bahwa bentuk pengetahuan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak berhubungan dengan masalah matematik atau kuantitas luas, isi, jumlah, dan berat. Hal ini semata-mata merupakan suatu kesimpulan dari hipotesis yang diolah oleh akal pikir karenapengetahuan ini disebut juga pengetahuan pikir. 4. Pengetahuan Neosis (Filsafat) Pengetahuan tingkat tertinggi disebut neosis, pengetahuan yang objeknya arche, yakni prinsip-prinsip utama yang mencakup epistemologis dan metafisik. Prinsip utama ini biasa disebut “IDE”. Plato menerangkantentang pengetahuan ini adalah hampir samadenganpengetahuan pikir, tetapi tidak lagi menggunakanpertolongan gambar, diagram melainkan dengan pikiran yang sungguh-sungguh abstrak. Tujuannya adalah untuk mencapai prinsip-prinsip utamayang isinya berupa kebaikan, kebenaran dan keadilan. Menurut Plato, cara berpikir untuk mencapai tingkat tertinggi dari pengetahuan itu dengan menggunakan metode dialog sehingga dapat dicapai pengetahuan yang sungguh-sungguh sempurna yang biasa disebut episteme. (Abbas Hamami M., 1980, hlm. 7-8) E. Pengetahuan dna Ilmu Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obejk yang dihadapinya, hasil usaha manusai untuk memahami suatu obejk tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar