Selasa, 27 Desember 2016

Komunikasi

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder. a) Proses Komunikasi secara primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar , warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasa lah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu berbentuk idea, informasi atau opini; baik mengenai hal yang kongkret maupun yang abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang. Adalah berkat kemampuan bahasa maka kita dapat mempelajari ilmu pengetahuan sejak ditampilkan oleh Aristoteles, Plato, dan Socrates; dapat menjadi manusia yang beradab dan berbudaya; dan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi pada tahun, dekade, bahkan abad yang akan datang. Kial(gesture) memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang sehinnga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapaikan tangan, atau memainkan jari-jemari, atau mengedipkan mata, atau menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu aja(sangat terbatas). Demikian pula isyarat dengan menggunakan alat seperti tongtong, bedug, sirine, dan lain-lain serta warna yang mempunyai makna tertentu. Kedua lambang itu amat terbatas kemampuannya dalam mentrasmisikan pikiran seseorang kepada orang lain. Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam komunikasi memang melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan “menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tidak melebihi bahasa . Buku-buku yang ditulis dengan bahasa sebagai lambang untuk ”menerjemahkan” pemikiran tidak mungkin diganti oleh gambar, apalagi oleh lambang-lambang lainnya. Akan tetapi, demi efektifnya komunikasi, lambang-lambang tersebut sering dipadukan penggunanya. Dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang luar biasa apabila kita terlibat dalam komunikasi yang menggunakan bahasa disertai gambar-gambar berwarna. Berdasarkan paparan diatas, pikiran dan atau perasaan seseorang baru akan diketahui oleh dan akan ada dampaknya kepada orang lain apabila ditransmisikan dengan menggunakan media primer “tersebut, yakini lambang-lambang. Dengan perkataan lain, pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri atas isi (the content) dan lambang (symbol). Seperti telah diterangkan di muka, media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa. Akan tetapi, tidak semua orang pandai mencari kata-kata yang tepat dan lengkap yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya. Selain itu, sebuah perkataan belum tentu mengandung makna yang sama bagi semua orang. Kata-kata mengandung dua jenis pengertian, yakni pengertian denotatif dan pengertian konotatif,. Sebuah perkataan dalam pengertian denotatif adalah yang mengandung arti sebagaimana tercantum dalam kamus (dictionary meaning) dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Perkataan dalam pengertian konotatif adalah yang mengandung pengertian emosional atau mengandung penilaian tertentu (emotional or evaluative meaning). Perkataan “anjing” dalam pengertian denotatif sama saja bagi setiap orang, yakni binatang berkaki empat, berbulu, dan memiliki daya cium yang tajam. Akan tetapi, dalam pengertian konotatif, anjing bagi seorang kiai yang fanatik merupakan hewan najis;bagi seorang polisi merupakan seorang pelacak pembunuh; dan bagi aktris film Amerika mungkin merupaka teman sekamar pada saat kesepian. Mereka itu berbeda dalam pandangan dan penilaiannya terhadap anjing. Demikian pula, misalnya, perkataan “demokratis”. Dalam pengertian denotatif demokrasi adalah pemerintahan rakyat. Dalam pengertian konotatif istilah tersebut tidak sama bagi seorang Rusia, bagi seorang Amerika, dan bagi seorang Indonesia. Masing-masing mempunyai pandangan , pendapat, dan anggapan tertentu terhadapa perkataan demokrasi tersebut. “Kata-kata yang dapat menjadi dinamit, “kata Scott M. Cutlip dan Allen H. Center dalam bukunya , Effective Public Relations. Ditegaskan oleh kedua ahli hubungan masyarakat itu, terdapat bukti bahwa kesalahan dalam menerjemahkan sebuah pesan oeh pemerintah Jepang sewaktu Perang Dunia III telah menyebabkan Hiroshima dijatuhi bom atom. Perkataan mokusatsu yang dipergunakan oleh pemerintah Jepang agar menyerah, diterjemahkan oleh Kantor Berita Domei mejadi ignore, padahal maksudnya adalah withholding comment until a decision has been made. Demikianlah sebuah ilustrasi yang menunjukkan betapa pentingnya bahasa dalam proses komunikasi. Bagaimana berlangsungnya proses komunikasi yang terdiri atas proses rohaniah komunikator dan proses rohaniah komunikan dengan bahasa sebagai media atau penghubungnya itu? Seperti telah disinggung di muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan perkataan lain, komunikasi adalah proses membuat sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan. Pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti ia menformulasikan pikiran dan/atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian menjadi giliran komunikan untuk mengawa-sandi (decode) pesan dari komunikator itu. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertiannya. Dalam proses itu komunikator berfungsi sebagai penyandi (encoder) dan komunika berfungsi sebagai pengawa-sandi (decoder). Yang penting dalam proses penyandian (coding) itu ialah bahwa komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat mengawa-sandi hanya ke dalam kata bermakna yang pernah diketahui dalam pengalamannya masing-masing. Wilbur schramm, seorang ahli komunikasi kenamaan, dalam karyanya, ”Communication Research in the United States”, menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. Menurut schramm, bidang pengalaman (field of experience) merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Dalam proses komunikasi antarpersona (interpersonal communication) yang melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, komunikator menyandi suatu pesan, lalu menyampaikannya kepada komunikan, dan komunikan mengawasandi pesan tersebut. Sampai di situ komunikator menjadi encoder dan komunikan menjadi decoder. Akan tetapi, karena komunikasi antar persona itu bersifat dialogis, maka etika komunikan memberikan jawaban, ia kini menjadi encoder dan komnikan menjadi decoder. Untuk jelasnya, jika komunikator itu bernama A dan komunikan bernama B, maka selama komunikasi berlangsung antara A dan B itu, akan terjadi penggantian funsi secara bergiliran sebagai encoder dan decoder. Jika a sedang berbicara, ia menjadi encoder; dan B yang sedang mendengarkan sebagai decoder,. Ketika B memberikan tanggapan dan berbicara kepada A, maka B kini menjadi encoder dan A menjadi decoder. Tanggapan B yang di sampaikan kepada A itu dinamakan umpan balik atau arus balik (feedback). Umpan balik memainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator. Oleh karena itu, umpan balik bisa bersifat positif, dapat pula bersifat negatif. Umpan balik positif adalah tanggapan atau response atau reaksi komunikan yang menyenangkan komunikator sehingga komunikasi berjalan lancar. Sebaliknya, umpan balik negatif adalah tanggapan komunikan yang tidak menyenangkan komunikatornya sehingga komunikator enggan untuk melanjtkn komunikasinya. Seperti halnya dengan penyampaian pesan secra verbal,yakni dengan menggunakan bahasa dan secara nonverbal, yaitu dengan mengguankan kial, isyarat, gambar, atau warna, umpan balik pun dapat disampaikan oleh komunikan secara verbal atau secara nonverbal. Umpan balik secara verbal adalah tanggapan komunikan yang dinyatakan dengan kata-kata , baik secara singkat maupun secra panjang lebar. Umpan balik secara nonverbal adalah tanggapan komunikan yang dinyatakan bukan dengan kata-kata. Komunikan yang menganggukkan kepala berarti ia setuju; sebaliknya kalau ia menggelengkan kepala, berarti ia tidak setuju atau tidak mau. Tepuk tangan hadirin dalam sebuah rapat menunjukkan mereka menyenangi pidato yang sedang diucapkan seorang mibarwan. Serdadu yang menyembulkan kain putih dari sebuah gua menunjukkan bahwa ia setuju dengan perintah lawan pasukannya untuk menyerahkan diri. Kesemuanya itu tanpa kata-kata, tetapi mengandung makan tertentu yang dipahami oleh komunikator. Umpan balik yang dipaparkan diatas adalah umpan balik yang disampaikan oleh atau datang dari komunikan. Dengan lain perkataan: umpan balik yang timbul dari luar diri komunikator. Oleh karena itu, umpan balik jenis ini disebut umpan balik eksternal (external feedback). Dalam pada itu sudah terbiasa pula kita memperoleh umpan balik dari pesan kita sendiri. Ini terjadi kalau kita sedang bercakap-cakap atau sedang berpidato di depan khalayak. Ketika kita sedang berbicara, kita mendengar suara kita sendiri dan kita menyadari bahwa kita sedang menulis surat. Kita akan sadar jika diantara yang kita tulis itu ada yang salah, maka kita segera pula memperbaikinya sebelum surat itu dikirimkan. Umpan balik yang ditimbulkan dari diri kita sendiri itu dinamakan umpan balik internal (internal feedback). Komunikator yang baik adalah orang yang selalu memperhatikan umpan balik sehingga ia dapat segera mengubah gaya komunikasinya di kala ia mengetahui bahwa umpan balik dari komunikan bersifat negatif. Dalam komunikasi antarpersona, karena situasinya tatap muka (face-to-face communication), tanggapan komunikan dapat segera diketahui. Umpan balik dalam komunikasi seperti itu bersifat langsung; karena itu dinamakan umpan balik seketika (immediate feedback). Dalam hubungan ini komunikator perlu bersikap tanggap terhadap tanggapan komunikan agar komunikasi yang telah berhasil sejak awal dapat dipelihara keberhasilannya. Situasi yang sama dengan komunikasi antarpersona ialah komunikasi kelompok (group communicaton), baik komunikasi kelompok kecil (small group communication) maupun komunikasi kelompok besar (large group communication). Karena kedua jenis komunikasi itu sifatnya tatap muka, maka umpan balik berlangsung seketika. Beda dengan komunikasi bermedia yang umpan baliknya tertunda (delayed feedback): komunikator mengetahui tanggpan komunikan setelah komunikasi selesai, adakalanya umpan balik ini harus diciptakan mekanismenya. Pada komunikasi tatap muka, umpan balik berlangsung pada saat komunikator tengah menyampaikan pesannya, artinya komunikator mengetahui dan menyadari pada saat itu juga sehingga, jika ia merasakan umpan baliknya negatif, yang berarti uraiannya tidak komunikatif, pada saat itu juga ia dapat mengubah gayanya. Dalam komunikasi kelompok kecil seperti seminar, kuliah, ceramah, brifing, lokakarya, forum, atau simposium, umpan balik yang diperluakn oleh komunikator ialah yang bersifat verbal karena komunikasinya ditujukan kepada kognisi komunikan; jadi permasalahannya mengerti atau tidak, dan lain-lain yang kesemuanya harus dinytakan dengan kata-kata. Situasi seperti itu berbeda dengan komunikasi kelompok besar, misalnya rapat raksasa di sebuah lapangan yang dihadiri oleh belasan ribu atau puluhan ribu orang. Komunikasi dalam situasi seperti itu ditujukan kepada afeksi komunikan, kepada perasaannya, bukan kepada otaknya. Pada saat itu terjadi kohesi atau kepaduan perasaan, yang sering mengakibatkan terjadinya apa yang disebut contagion mentale atau wabah mental. Dalam wujudnya akan tampak apabila seseorang di lapang itu berteriak, misalnya “Hidup Bapak Pembangunan”, akan diikuti secara serempak oleh seluruh hadirin. Dalam situasi seperti itu logika tidak berlaku sebab kognisi hampir tidak berfungsi, yang jalan adalah perasaan. Komunikator akan mengetahui umpan balik komunikasinya dengan mengkaji perilaku komunikan dalam melampiaskan perasaannya. Bahayanya kalau umpan balik dalam komunikasi kelompok besar bersifat negatif, komunikator bisa dimaki-maki, bahkan dilempari batu. Itulah proses komunikasi secara primer yang berlangsung secara tatap muka. b. Proses Komunikasi secara Sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Pada umumnya kalau kita berbicara di kalangan masyarakat, yang dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana diterangkan di atas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebahgai media komunikasi. Hal ini disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) – yakni pikiran dan atau perasaan –yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message), yang tampak tak dapat dipisahkan. Tidak seperti media dalam bentuk surat, telepon, radio, dan lain-lainnya yang jelas tidak selalu dipergunakan. Tampaknya seolah-olah orang tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin dapat berkomunikasi tanpa surat, atau telepon, atau televisi, dan sebagainya. Seperti diterangkan di muka, pada umumnya memang bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi karena bahasa sebagai lambang mampu mentransmisikan pkiran, ide, pendapat, dan sebagainya, baik mengenai hal yang abstrak maupun yang kongkret; tidak saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, tetapi juga pada waktu yang lalu atau masa mendatang. Karena itulah pula maka kebanyakan media merupakan alat atau sarana yang diciptakan untuk meneruskan pesan komunikasi dengan bahasa. Seperti telah disinggung diatas, surat, atau telepon, atau radio misalnya, adalah media untuk menyambung atau menyebarkan pesan yang menggunakan bahasa. Pada akhirnya, sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaannya, komunikasi bermedia (mediated communication) mengalami kemajuan pula dengan memadukan komunikasi berlambang bahasa dengan komunikasi berlambang gambar dan warna. Maka film, televisi, dan video pun sebagai media yang mengandung bahasa, gambar, dan warna melanda masyarakat di negara manapun. Pentingnya peranan media, yakni media sekunder, dalam proses komunikasi, disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio, atau televisi misalnya, merupakan media yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Jelas efisien karena, dengan menyiarkan sebuah pesan satu kali saja, sudah dapat tersebar luas kepada khalayak yang begitu banyak jumlahnya; bukan saja jutaan, melainkan puluhan juta, bahkan ratusan juta, seperti misalnya pidato kepala negara yang disiarkan melalui radio atau televisi. Akan tetapi, oleh para ahli komunikasi diakui bahwa keefektifan dan efisiensi komunikasi bermedia hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang bersifat informatif. Menurut mereka, yang efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan persuasif adalah komunikasi tatap muka karena kerangka acuan (frame of reference) komunikan dapat diketahui oleh komunikator, sedangkan dalam proses komunikasinya, umpan balik berlangsung seketika, dalam arti kata komunikator mengetahui tanggapan atau reaksi komunikan pada saat itu juga. Ini berlainan dengan komunikasi bermedia. Apalagi dengan menggunakan media massa, yang tidak memungkinkan komunikator mengetahui kerangka acuan khalayak yang menjadi sasaran komunikasinya, sedangkan dalam proses komunikasinya, umpan balik berlangsung tidak pada saat itu. Umpan balik dalam komunikasi bermedia, terutama media massa, biasanya dinamakan umpan balik tertunda (delayed feedback), karena sampainya tanggapan atau reaksi khalayak kepada komunikator memerlukan tenggang waktu. Bagaimana pun dalam proses komunikasi bermedia, misalnya dengan surat, poster, spanduk, radio, televisi, atau film, umpan balik akan terjadi. Dengan lain perkataaan, komunikator mengetahui tangapan komunikan – jika komunikasinya sendiri selesai secara tuntas. Ada kekecualian, memang, dalam komunikasi media bertelepon. Meskipun bermedia, umpan balik berlangsung seketika. Namun, karena komunikator tidak melihat ekspresi wajah komunikan, maka reaksi sebenarnya dari komunikan tidak akan dapat diketahui oleh komunikator seperti kalau berkomunikasi tatap muka. Karena proses komunikasi sekunder ini merupakan sambungan dari komunikasi primer untuk menembus dimensi ruang dan waatu, maka dalam menata lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat-sifat media yang akan digunakan. Penentuan media yang akan dipergunakan sebagai hasil pilihan dari sekianbanyak alternatif perlu didasari pertimbangan mengenai siapa komunikan yang akan dituju. Komunikan media surat, poster, atau papan pengumuman akan berbeda dengan komunikan surat kabar, radio, televisi, atau film. Setiap media memiliki ciri atau sifat tertentu yang hanya efektif dan efisien untuk dipergunakaan bagi penyampaian suatu pesan tertentu pula. Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (massmedia) dan media nirmassa atau medai nonmassa(non-mass media). Seperti telah disinggung tadi, media massa, misalnya surat kabar, radio siaran, televisi siaran, dan film yang diputar di gedung bioskop memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain ciri massif(massive) atau massal (massaal), yakni tertuju kepada sejumlah ornag yang relatif amat banyak. Sedangkan media nirmassa atau media nonmassa, umpamanya surat, telepon, telegram, poster, spanduk , papan pengumuman, buletin, folder, majalah organisasi, radio amatir atau radio CB (citizen band), televisi siaran sekitar (closed circuit television), dan film dokumenter, tertuju kepada satu orang atau sejumlah orang yang relatif sedikit. Unsur-unsur dalam proses komunikasi Penegasan tentang unsur-unsur dalam proses komunikasi itu adalah sebgaai berikut: o Sender : Komunikator yang menyampakan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang. o Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang. o Message : Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator. o Media : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. o Decoding : Pengawasandian, yaitu proses di mana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya. o Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari komunikator. o Response : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa pesan. o Feedback : Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator. o Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya. Model komunikasi di atas menegaskan faktor-faktor kunci dalam komunikasi efektif. Komunikator harus tahu khalayak mana yang dijadikannya sasaran dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil dalam menyandi pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasaran biasanya mengawasandi pesan. Komunikator harus mengirimkan pesan melalui media yang efisien dalam mencapai khalayak sasaran. Agar komunikasi efektif, proses penyandian oleh komunikator harus bertautan dengan proses pengawasandian oleh komunikan. Wilbur Schramm melihat pesan sebagai tanda esensial yang harus dikenal oleh komunikan. Semakin tumpang tindih bidang pengalaman (field of experience) komunikator dengan bidang pengalaman komunikan, akan semakin efektif pesan yang di komunikasikan. Komunikator akan dapat menyandi dan komunikan akan dapat mengawasandi hanya dalam istilah-istilah pengalaman yang dimilki masing-masing. Memang ini merupakan beban bagi komunikator dari strata sosial yang satu yang ingin berkomunikasi secara efektif dengan komunikan dari strata sosial yang lain. Akan tetapi, dalam teori komunikasi dikenal istilah empathy, yang berarti kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan orang lain. Jadi, meskipun antara komunikator dan komunikan terdapat perbedaan dalam kedudukan, jenis pekerjaan, agama, suku, bangsa, tingkat pendidikan, ideologi, dan lain-lain, jika komunikator bersikap empatik, komunikasi tidak akan gagal. Bahasa adalah sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. I. Kontak Kontak adalah hubungan masing-masing pihak dalam berinteraksi baik berbicara, tatap muka, maupun bersalaman. Kontak berasal dari bahasa latin, yaitu kaat “con” yang artinya bersama-sama, dan kata “tango” yang artinya menyentuh, terjadinya hubungan fisik bukanlah merupakan syarat dari kontak sosial. Kontak sosial merupakan syarat terjadinya interaksi sosial, tanpa ada kontak sosial, maka interaksi sosial pun tidak akan terjadi . Dalam interaksi sosial , kontak sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu:1. Kontak sosial antar orang – perorangan, 2. Kontak sosial antara orang – perorangan dengan suatu kelompok, 3. Kontak sosial antar kelompok. II. Interaksi Interaksi adalah suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru yang mengejutkan. Dalam beberapa bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda. III. Persepsi Seperti persepsi kita atas surat, kata-kata, objek, persepsi kita atas orang lain seringkali terikat oleh konteks, dengan demikian persepsi dapat keliru, dapat salah. Ketika kita saling mengungkapkan kesan tentang seseorang, kadang-kadang sulit untuk mempercayai bahwa kita membicarakan orang yang sama. Sebagai komunikator, kita bergantung pada persepsi dalam hampir semua aspek kehidupan sehari-hari. Cara kita memahami orang lain akan menentukan jenis dan kualitas komunikasi kita dengan orang tersebut. Jadi, kesan kita terhadap orang lain membentuk dasar bagi sejumlah keputusan dalam hidup kita, misalnya dalam pemilihan mata kuliah, membeli mobil dari agen penjual yang dapat dipercaya, memilih teman sekamar atau dalam memilih mitra bisnis. Daftar ini hampir tidak terbatas. Mempersepsi orang dan mempersepsi objek sebuah perbandingan Kesadaran total kita mengenai dunia, kita peroleh melalui indera. Jadi semua persepsi kita apakah mengenai gambar, peralatan rumah tangga, atau orang lain memiliki basis yang sama. Meskipun demikian, kita seringkali menyaksikan perdebatan sengit antara dua orang dalam penilaian mereka mengenai orang ketiga. Pernahkah anda diperkenalkan pada seseorang yang sebelumnya digambarkan kepada anda sebagai tipe orang yang anda sukai hanya untuk merasa kecewa sejak awal perjumpaan? bila pernah, boleh jadi anda bependapat bahwa orang yang merancang perkenalan itu kurang cermat dalam menilai anda atau kenalan baru anda. Penyebab perbedaan persepsi seperti ini dapat menjadi jelas bila kita perhatikan kemiripan antara persepsi antarpersona dengan persepsi secara umum. Kita memiliki persepsi tidak hanya mengenai benda dan kata-kata, tapi juga mengenai orang lain : harus seperti apa mereka itu, bagaimana mereka harus bertindak, dan apa yang harus mereka katakan. Dalam budaya kita, orang yang berkecimpung dalam dunia usaha berharap agar setiap orang selalu menepati waktu bila membuat janji. Mereka tidak mau dibiarkan menunggu terlalu lama. Bila semua orang sepakat untuk bersikap serupa maka komunikasi di antara mereka akan lebih lancar. Beberapa hal lainnya dapat menggangu kemampuan kecermatan persepsi dan kemampuan untuk memberi responsecara tepat. Misalnya, sebagian orang terutama dalam percakapan di telepon amat terbiasa di tanya “apa kabar?” sehingga setelah mengatakan “Hei” atau “Helo”, mereka mejawab “baik” atas perkataan apapun yang dilontarkan oleh lawan bicaranya. Banyak konflik antarpersona yang disebabkan ketdaktahuan tentang keterbatasan kemampuan perseptual. Kalau saja orang menyadari bahwa penginderaannya dapat salah, tentu tidak terlalu sulit baginya untuk mengakui bahwa persepsi yang dihasilkannya dapat keliru. Banyak bukti menunjukkan dalam beberapa situasi bila seperti orang di atas ini mendapat tekanan, maka ketidaksetujuannya atas pendapat orang lain cenderung semakin kuat, meskipun ia bersikap seakan-akan menyetujuinya. Pada saat dua orang berkomunikasi, masing-masing merumuskan idenya yang kemudian menjadi bahan dalam komunikasi tersebut. Kecermatan penerimaan pesan bergantung pada filter perseptual dan perangkat psikologi yang dimiliki si penerima. Ingatlah, karakter psikologis dan fisiologi akan mempengaruhi pemilihan stimuli dan cara stimuli tersebut dipahami. Persepsi Selektif, Organisasi, dan Penafsiran Kita tidak percaya, sama seperti para filosof zaman dulu, bahwa pikiran manusia mirip kertas polos, sehingga kesan dapat dicetak diatasnya. Kita tahu bahwa persepsi bukan suatu keadaan yang pasif tempat stimuli dicatat dan diterima secara otomatis. Persepsi adalah suatu proses aktif : setiap orang memperhatikan,mengorganisasikan, dan menafsirkan semua pengalamannya secara selektif. Pada umumnya, anda memperhatikan stimuli yang kuat, yang diulang-ulang, atau yang sedang dalam proses perubahan. Setiap orang memilih stimuli, bergantung pada minta, motivasi, keinginan, dan harapannya. Terpukau oleh penampilan seorang gadis, seorang pria yang duduk disebelahnya dalam suatu pesta, melihat betapa berisinya betis si gadis sehingga ia hampir tidak memperhatikan apa yang dikatakan si gadis. Orang lain yang berada di dekat mereka mungkin akan lebih tertarik pada perkataannya mengenai pekerjaan di bagian personalia di sebuah perusahaan besar, sedang orang tersebut sedang mencari lowongan kerja. Selain mempersepsi stimuli secara selektif, kita juga cenderung mengorganisasikan stimuli secara selektif – artinya, stimuli diurutkan, dan selanjutnya disajikan menjadi sebuah gambaran yang menyeluruh, lengkap dan dapat diindera. Setelah stimuli di persepsi dan di organisasikan secara selektif, selanjutnya stimuli ditafsirkan secaraselektif pula, artinya stimuli diberi makna secara unik oleh orang yang menerimanya. Penafsiran pribadi didasarkan pada pengalaman masa lalu si penerima, asumsi tentang perilaku manusia, pengetahuan mengenai keadaan lingkungan orang lain, suasana hati/keinginan/kemauan pada saat itu, serta harapan. Bab 3 Proses Terjadinya Interaksi Antar Manusia Proses interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak pada sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatuitu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process. Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merpakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber informasi tersebut terbagi dua. Yaitu ciri fisik dan penampilan. Ciri fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan disini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana. Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan definisi situasi dari W.I. thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat. Daftar Pustaka Effendy, Onong. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, cetakan keduapuluhdua. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Https : //id.m.wikipedia.org/wiki/interaksi. Https ://stikunsap.forumotion.net/t6-interaksi-sosial-dalam-hubungan-antar-manusia. Tubbs, Moss. 2012. Human Communication, cetakan keenam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar