Selasa, 27 Desember 2016
Filsafat Ketuhanan
Filsafat Ketuhanan
A. Prawacana
Statement yang diungkapkan oleh seorang sejarawan terkemuka Yunani, yang bernama Plutarch, hampir dua ribu tahun silam. Dalam ungkapan Plutarch itu terkandung pesan secara eksplisit bahwa pengabdian manusia kepada Tuhan Sang Pencipta merupakan sesuatu yang bersifat esensial sekaligus merupakan kebutuhan eksistensial setiap manusia. Fakta ini bisa dilihat pula pada penjelajahan intelektual secara historis-sosiologis yang dilakukan oleh Karen Armstrong tentang pencarian umat manusia terhadap Tuhan. Sehak zaman klasik hingga zaman modern, dalam penelusuran Armstrong ternyata setiap manusia selalu mengkontruksi konsep tentang Tuhan, baik itu orang awam, kaum teolog, para filsuf, kaum sufi, maupun kaum reformis.
B. Argumen Ontologis
Orang yang pertama kali menguraikan argumen ontologis adalah Anselmus dari Canterbury (1033-1109), seorang Benediktin yang kemudian menjadi Uskup Agung di Canterbury di Inggris. Argumen ontologis sepenuhnya bersifat apriori. Artinya, dalam perbincangan mengenai eksistensi Tuhan, argumen ontologis tidak berangkat dari fakta-fakta empiris untuk menunjukkan keberadaan Tuhan; melainkan justru berangkat dari bagaimana kita mendefinisikan tentang Tuhan dalam diri kita. Anselmus mendefinisikan Tuhan sebagai wujud terbesar yang dapat dipahami, The greatest conceivable being.
C. Argumen Kosmologis
Ide sentral yang terkandung dalam argumentasi kosmologis adalah adanya rangkaian hukum sebab akibat (kausalitas) pada alam semesta yang harus berakhir pada sebab pertama yang disebut Tuhan. Meskipun demikian argumen kosmologis dapat diuraikan sebagai argumen mengenai eksistensi Allah yang didasarkan atas hakikat alam semesta yang diasalkan dan tergantung pada sesuatu yang lain dari dirinya sendiri; yang didasarkan atas kontingensi alam semesta dan ketergantungannya pada apa yang niscaya (Allah).
D. Argumen Teleologis
Franz Magnis, menyusun argumentasi dalam lima langkah berikut:
1. Dalam alam terdapat proses-proses yang terarah ke suatu tujuan.
2. Keterarahan itu tidak dapat dijelaskan sebagai kejadian kebetulan.
3. Apabila proses-proses itu bukan kebetulan, proses-proses itu hasil pengarahan.
4. Maka proses-proses terarah dalam alam semesta menunjuk pada realitas yang mengarahkan.
5. Realitas itu adalah apa yang kita sebut Tuhan.
Keterarahan di Alam Semesta
Dasar seluruh argumentasi ini adalah kenyataan bahwa di alam semesta terdapat banyak proses yang terarah. Terarah dalam arti bahwa proses-proses itu kelihatan teratur untuk menghasilkan sebuah tujuan, sedemikian rupa hingga tanpa tujuan itu proses-proses tidak dapat dimengerti.
E. Argumen Moral
Argumen moral mengenai eksistensi Tuhan digulirkan secara argumentatif oleh filsuf besar Jerman pada abad ke-18, Immanuel Kant (1724-1804). Apa hubungan moral dengan Allah? Kant mempunyai beberapa variasi jawaban atas satu pertanyaan ini. Dua ajaran Kant mengenai hal ini adalah : Pertama, Allah dan suara hati, Kedua, Allah dan tujuan moralitas.
F. Argumen Pengalaman Keagamaan (Religious Experience)
Argumen pengalaman keagamaan disebut juga pengalaman ketuhanan atau pengalaman mistik yang biasanya dialami oleh para mistikus, kaum sufi, dan orang-orang suci (saint, mystic, sufi). Yang dimaksud pengalaman mistik di sini adalah pengalaman spiritual, atau rohaniah orang-orang arifin atau kaum sufi ketika berhubungan dengan eksistensi di luar batas dunia materi dan dunia nyata. Pengalaman tersebut bisa berbentuk hubungan dengan alam malakut (kejiwaan), alam jabarut (ruh) dan alam lahut (sifat-sifat ilahiyah). Kaum sudi kerapkali mengaku bahwa mereka telah menembus dunia ekstra dimensi, dunia transendental yang gaib, yang eksistensinya sangat berbeda secara diametral dengan realitas alam materi.
G. Konklusi
Pascal: Pertaruhan tentang eksistensi Tuhan
Sebagai wacana pemungkas pembicaraan mengenai eksistensi Tuhan, saya akan menghadirkan sebuah contoh demostratif mengenai pertaruhan eksistensi Tuhan yang disuguhkan oleh Blaise Pascal. Secara historis-sosiologis, wacana filsafat ketuhanan yang digulirkan Pascal sebagai reaksi terhadap pemikiran Rene Descartes. Pascal berupaya mengkririk Descartes yang mau menerapkan prinsip ilmu pasti dalam berfilsafat atau upaya untuk mengetahui segala sesuatu, termasuk untuk menjelaskan Allah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar