Selasa, 27 Desember 2016

Pengembangan Pendidikan IPS di Masyarakat

Pengembangan Pendidikan IPS di Masyarakat Sejarah Pendidikan IPS Untuk pertama kali Social Studies diperkenalkan di kota Rugby, Inggris, tahun 1827. Yang berjasa memasukkan ke dalam kurikulum sekolah adalah Dr Thomas Arnold, direktur sekolah itu.Yang melatarbelakangi adalah keadaan masyarakat Inggris setengah abad sesudah revolusi industri.Masyarakat Inggris mengalami dekadensi moral setelah terjadi Revolusi Industri. Social Studies menjadi bagian dalam proses rehumanisasi masyarakat Inggris. Sedangkan di Amerika Serikat Social Studie mulai didengungkan di negara bagian Wisconsin.Sesudah Perang Saudara (1861-1865) keadaan masyarakat tidak langsung tenteram.Keadaan diperberat karena masyarakat AS yang amat majemuk. Orang AS masih traumatis akan terjadinya perang lagi. Para pendidik memikirkan bagaimana dapat diciptakan suatu harmoni di masyarakat majemuk.Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam.Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan civics. Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat.Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru.Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. 1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar. 2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan 3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan. 4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana. 5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional. Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu : 1. Pengetahuan Sosial 2. Studi Sosial 3. Ilmu Pengetahuan Sosial Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan pada tahun 1972-1973 dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung.Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP ini digunakan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran terpadu. Sedangkan dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan istilah: 1. Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk geografi, sejarah dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor ada jurusan IPS. 2. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan. 3. Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS. Pada tahap kurikulum PPSP konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu: 1. Pendidikan IPS, terintegrasi dengan nama Pendidikan Negara/Studi Sosial. 2. Pendidikan IPS terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep paying untuk sejarah, ekonomi dan geografi. 3. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus. Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu: Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus. 1. Pendidikan IPS terpadu untuk SD 2. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi. 3. Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG. Secara singkat IPS diartikan sebagai bidang studi kemasyarakatan secara terpadu (integrasi). Untuk SD, IPS merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi, untuk Sekolah Menengah Pertama sejarah, ekonomi, geografi ditambah kependudukan dan koperasi, sedangkan untuk SMA sejarah, geografi dan ekonomi, kependudukan, koperasi ditambah tata buku dan hitung dagang. Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP.Pada kurikulum 1984, pengajaran IPS terpadu hanya dilaksanakan di SD, sedangkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) digunakan pendekatan IPS Terkait (korelasi), dan untuk SMA Atas tidak lagi dikenal IPS terpadu , melainkan diajarkan secara terpisah. Maka muncullah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, antropologi-sosiologi, dan tata negara yang berdiri sendiri. Pada periode berikutnya, pemerintah memberlakukan kurikulum baru lagi yaitu kurikulum l994.menurut kurikulum 1994, program pengajaran IPS di sekolah dasar terdiri dari IPS terpadu dan sejarah nasional. IPS terpadu adalah pengetahuan yang bersumber dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan ilmu politik yang mengupas tentang berbagai kenyataan dan gejala dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan sejarah nasional adalah pengetahuan mengenai proses perkembangan masyarakat Indonesia dari masa lampau sampai dengan masa kini. Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial. Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Kompetensi Pengetahuan Sosial menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip sosial, ekonomi, budaya, dan kewarganegaraan sehingga tumbuh generasi yang kuat dan berakhlak mulia. Pendidikan IPS yang selama initerkesan jalan di tempat, masih belum mendapatkan posisi yang membanggakan di tengah arus globalisasi. Menghadapi fenomena ini, Pendidikan IPS idealnya harus inovatif dan menata diri berhadapan dengan globalisasi. Menurut Sumantri (2001:134)PIPS harus mampu mengembangkan dan mempelopori pembaharuan dalam IPS, karena dengan berkembangnya IPS yang berpotensi untuk mengembangkan diri ke arah peningkatan lewat berbagai pembaharuannya. Pertama, pembaharuan kurikulum PIPS hendaknya bukan sekedar tambal sulam, tetapi lebih bersifat indisipliner, dan berorientasi pada “functional knowledge” serta aspirasi kebudayaan Indonesiadan nilai-nilai agama. Kedua, pengajar harus mampu menyajikan pengajaran/pembelajaran yang bersifat interdisiplin, berperan sebagai fasilitator pembelajar, dan menjadi problem solver baik di kampus/sekolah maupun di tengah-tengah masyarakat. Pengajar harus mampu memahami kebutuhan dasar lingkungannya, sehingga pengajaran PIPS tidak bersifat kering. Ketiga, membangun hubungan secara sinergis antara LPTK, praktisi pendidikan, sekolah, pembuat kebijakan pendidikan, serta berbagai elemen environment guna melakuakan sharing untuk menyusun kurikulum yang integratif dan responsif terhadap permasalahan-permasalahan riil, baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Kurikulum IPS harus bersifat fleksibel, artinya senantiasa bisa diubah, perubahan berjalan secara kontinu supaya tidak ketinggalan zaman. Keempat, kurikulum IPS mampu membuat estimasi kehidupan yang akan berlangsung 30-50 tahun yang akan datang. Paradigma kurikulum IPS berorientasi ke depan. Anak didik pada masa sekarang, mereka akan menempuh usia dewasanya pada 10-50 tahun yang akan datang. Konsekuensinya, kurikulum harus mampu mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan yang akan datang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPS sebagai synthetic discipline berusaha mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. PIPS mempunyai peran penting dalam membangun identitas nasional untuk menjadikan peseta didik yang kreatif, mampu memecahkan masalah diri dan lingkungannya, serta menjadi warga negara yang baik dan bermoral. Di tengah arus globalisasi, PIPS tetap diperlakukan baik sebagai penopang identitas nasional, maupun problem solver masalah-masalah lokal, regional, nasional, global. Berbagai masalah PIPS baik dari kurikulum, pengembangan di LPTK, kemampuan guru dalam mengajarkan, dan kebijakan pemerintah dalam mndorong PIPS yang ideal perlu terus diusahakan secara optimal. Tanpa sinergitas dari berbagai komponen di atas, sulit mewujudkan PIPS yang bermakna. IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang, diantaranya (Somantri, hal, 183): 1. Mengembangkan pengetahuan kesosiologian, kegeografian, keekonomian, dan kesejarahan. 2. Mengembangkan kemampuan berpikir, inquiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial. 3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. 4. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Menurut saya pengembangan ips di masyarakat masih belum terlalu bersifat revolusi tetapi masih terus berevolusi, tanpa disadari masyarakat sangat memerlukan pendidikan ips karena tanpa pendidikan ips kita tidak akan mengetahui bagaimana peristiwa yang terjadi pada masa lampau (sejarah), bagaimana bentuk dari permukaan bumi (geografi), dan bagaimana kita dapat memahami masyarakat serta permasalahan yang ada dalam masyarakat (sosiologi). Pedidikan ips harus tetap dipelajari karena sifatnya yang dinamis dan fleksibel. Tidak seperti ilmu pengetahuan alam yang bersifat “pasti”, ilmu pengetahuan sosial dapat berubah sesuai dengan kondisi dan zaman. Bahkan kedudukan ips dalam kehidupan sehari-hari sangat penting karena tanpa kita sadari setiap tindakan kita sudah melakukan ilmu sosial itu, tidak bisa dibayangkan juka di dunia ini tidak ada ilmu sosial pasti akan ada banyak pelanggaran bagi dari segi hukum, politik, maupun ekonomi karena tidak adanya pengetahuan tentang ilmu sosial itu sendiri. Pendidikan ips juga harus melakuakn inovasi agar dapat berhadapan dengan globalisasi. Pengembangan pips di masyarakat juga berarti pengembangan partisipasi sosial dan juga pengembangan kepekaan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar