Selasa, 27 Desember 2016

Model-model kurikulum dan organisasi kurikulum

Model-model kurikulum dan organisasi kurikulum Empat aliran pendidikan yaitu pendidikan klasik, pribadi, teknologi, dan interaksionis. Empat aliran itu bertolak dari asumsi yang berbeda dan mempunyai pandangan yang berbeda pula tentang kedudukan dan peranan pendidik, peserta didik, isi, maupun proses pendidikan. Empat aliran atau teori pendidikan tersebut memiliki model konsep kurikulum dan praktik pendidikan yang berbeda. Model konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek akademis, pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis dan dari pendidikan interaksionis, disebut kurikulum rekonstruksi sosial. Model konsep kurikulum tidak terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda Tabadalam bukunya Currriculum Development: Theory and Practicebahwa terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekontruksi sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu. Fungsi pertama dapat direalisasikan melalui konsep kurikulum subjek akademis, fungsi kedua dapat diwujudkan melalui konsep kurikulum rekontruksi sosial, dan fungsi ketiga dapat direfleksikan melalui konsep kurikulum humanistik (aktualisasi diri). A. Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi) Dalam pengertian tradisional, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh peserta didik untuk mmeperoleh ijazah, pengertian kurikulum ini tergolong tradisional karena bersumber dari aliran pendidikan tradisional (kalsik) implikasinya adalah kurikulum harus menyediakan seperangkat maat pelajaran yang terpisah-pisah antara satu dengan lainnya. Isi pelajaran itu adalah pengertahuan. Pengetahuan merupakan inti dari model konsep kurikulum subjek akademik. Dilihat dari aliran pendidikan yang melatarbelakanginya, yaitu pendidikan klasik-tradisional, maka konsep kurikulum ini tentu dianggap paling lama/tua. Meskipun demikian, sampai sekarang model konsep kurikulum ini masih banyak digunakan di setiap negara termasuk indonesia. Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan guru. Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah mengembangkan ilmu secara sistematis, logis, dan solid. Para pengembang kurikulum tidak perlu susah-susah menyusun dan mengembangkan bahan sendiri. Mereka tinggal memilih bahan materi ilmu yang telah dikembangkan para ahli disiplin ilmu, kemudian mengorganisasinya secara otomatis, sesuai dengan tujuan pendidikandan tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Guru sebagai penyampai bahan ajar memgang peran penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Ia harus menjadi ahli dalam bidang-bidang studi yang diajarkannya. Lebih jauh guru dituntut bukan hanya menguasai materi pendidikan, tetapi juga ia menjadi model bagi para siswanya. Apa yang disampaikan dan cara penyampainnya harus menjadi bagian dari para guru. Guru adalah yang “digugu dan “ditiru (diikuti dan dicontoh). Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan daalm perkemabangan kurikulum subjek akademis. Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan . Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekedar meningat-ingatnya. Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respins terhadap perkembanganmasyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komperhensif-terpadu. Ada beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan. 1. Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan (unifying theme), yang dapat terdiri atas ide atau konsep besar yang dapat mencakup semua ilmu atau suatu proses kerja ilmu, fenomena alam, atau masalah sosial yang membutuhkan pemecahan secara ilmiah. 2. Menyatukan kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu. Kegiatan belajar melibatkan isi dan proses dari satu atau beberapa ilmu sosial atau perilaku yang mempunyai hubungan dengan tema yang dipilih/dikerjakan. 3. Menyatukan berbagai cara/metode belajar. Kegaitan belajar ditekankan pada pengalaman konkret yang bertolak dari minat dan kebutuhan murid serta disesuaikan dengan keadaan setempat. Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dialksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata-matapelajaran dengan menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis,. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan. Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis memiliki karakteristik tertentu, antara lain : a) Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui penguasaan disiplin ilmu b) Isi/materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disusun oleh para ahli, kemudian direorganisasi sesuai kebutuan pendidikan. Organisasi materi yang digunakan adalah unified atau concentrated, integrated, correlated,dan problem solving. c) Metode, yaitu menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri, dan pemecahan masalah d) Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi, seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes. Evaluasi lebih mengutamakan hasil sesuai dengan kriteria pencapaian . 1. Ciri-ciri kurikulum subjek akademis Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”. Dengan berpengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu, para siswa diharapkan memiliki konsep-konsep dan cara-cara yang dapat terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas. Para siswa harus belajar menggunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya. Sekolah harus memberikan kesempatan kepada para siswa untuk merealisasikan kemampuan mereka menguasai warisan budaya dan jika mungkin memperkayanya. Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya : a. Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya. b. Unified atau concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu. c. Integrated curriculum. Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka dalam pola yang integrated warnadisiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu. d. Problem solving curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan penegetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu. 2. PemilihanDisiplin Ilmu Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaimana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmunya harus sedikit. Apabila hanya mempelajari sedikit disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan sangat terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas. Apabila disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaanya akan mendangkal. Anaka-anak akan tahu banyak tetapi pengetahuaannya hanya sedikit-sedikit (tidak mendalam). Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu: a. Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensive-ness) dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan. b. Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan menentukan aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat. c. Menenkankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi dasar (prerequisite)bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang lainnya. 3. PenyesuaianMata Pelajaran dengan Perkembangan Anak Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakana penyusunan bahan secara logis dan sistematis daripada menyelaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir anak. Mereka umumnyakurang memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi, yaitu apa yang diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama pentingnya dengan penguasaan konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi. Para ahli kurikulum subjek akademis juga memandang materi yang akan diajarkan bersifat universal, mereka mengabaikan karakteristik siswa dan kebutuhan masyarakat setempat. B. Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri) 1. Konsep Dasar Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliranpendidikan pribadi (Personalized Education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J Rousseau (Romantic Education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga berpandang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain). 2. Kurikulum Konfluen Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para ahli pendidikan konfluen, yang ingin menyatukan segi-segi afektif (sikap, peasaaan, nilai) dengan segi-segi kognitif (kemampuan intelektual). Pendidikan konfluen kurang menekankan penegtahuan yang mengandung segi afektif). Menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan pendidikan tentang sikap, perasaan, dan nilai yang harus dimiliki murid-murid/ kurikulum hendaknya mempersipakan berbagai alternatif yang dapat dipilih murid-murid dalam proses bersikap, berperasaan dan memberi pertimvangna nilai. Murid-murid hendaknya diajak untuk menyatakan pilihan dan mempertanggungjawabkan sikap-sikap, perasaan-perasaan, dan pertimbangan-pertimbangan nilai yang telah dipilihnya. 3. Beberapa Ciri Kurikulum Konfluen Kurikulum konfluen mampunyai beberapa ciri utama yaitu: a. Partisipasi. Kurikulum ini menekankan partisipasi murid dalam belajar. Kegiatan belajar adalah belajar bersama, melalui berbagai bentuk aktivitas kelompok. Melalui partisipasi dalam kegaiatn bersama, murid-murid dapat mengadakan perundingan, persetujuan, pertukaran, kemampuan, bertanggungjawab bersama, dan lain-lain. Ini menunjukkan ciri-ciri yang non-otoriter dari pendidikan konfluen b. Integrasi. Melalui partisipasi dalam berbagai kegaiatn kelompok terjadi interaksi, interpenetrasi, dan integrasi dari pemikiran, perasaan, dan juga tindakan c. Relevansi. Isi pendidikan relevan dengan dengan kebutuhan, minat dan kehidupan murid karena diambil dari dunia murid oleh murid sendiri. Hal demikian sudah tentu akan lebih berarti bagi murid baik secara intelektual maupun emosional d. Pribadi anak. Pendidikan ini memberikan tempat utama pada pribadi anak. Pendidikan adalah pengembangan pribadi, pengaktualisasian segalapotensi pribadi anak secara utuh e. Tujuan. Pendidikan ini bertujuan mengembangkan pribadi yang utuh, yang serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan secara menyeluruh. 4. Metode-Metode Belajar Konfluen Para pengembang kurikulum konfluen telah menyusun kurikulum untuk berbagai bidang pengajaran. Kurikulum tersebut mencakup tujuan, topik-topik yang akan dipelajari, alat-alat pelajaran, dan buku teks. Pengajaran konfluen juga telah tersusun dalam bentuk rencana-rencana pelajaran, unit-unit pelajaran yang telah diujicobakan. Kebanyakan bahan tersebut diajarkan dengan teknik afektif. George Issac Brown telah memberikan sekitar 40 macam teknik pengajaran konfluen, di antaranya : dyads yang merupakan latihan komunikasi afektif antara dua orang, fantasy body trips merupakan pemahaman tentang badan dan diri individu, rituals yaitu suatu kegiatan untuk menciptakan kebiasaan, kegiatan, atau ritual baru. 5. Karakteristik Kurikulum Humnaistik Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett (1975, hlm. 121-139) dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu b. Memperkenalan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Didalamnya tercakup topik-topik, bahan ajar serta kegiatan belajar yang akan membantu siswa dalam merumuskan apa yang ingin mereka pelajari. Kegiatan yang diutamakan adalah yang akan membangkitkan rasa ingin tahu dari pemahaman. c. Pelaksanaan kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan. d. Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta upaya tindak lanjutnya. Kurikulum humanistik bersumber dari aliran pendidikan humanistik. Mereka sangat menentang pendidikan yang lebih mementingkan intelektual. Mereka juga menolak pendekatan pembelajran yang bersifat teacher-centered. Kurikulum humanistik justru lebih mengutamakanaktualisasi diri (self-actualization) anak. Sebagaiamana ditegaskan Mc. Neil bahwa “ the new humanisst are self actualixers who see curriculum as a liberatig process that can meet the need for growth and personal integrity.” Konsep ini dapat diaplikasikan jika dalam sistem pendidikandapat mengembangkan kemampuan dan potensi anak terutama imajinasinya yang kreatif. Peserta didik harus diberikan kebebasan, kemandirian, hak untuk menemukan diri serta pegembangan kemampuan fisik dan emosionalnya. Anak harus dipandang sebagai suatu keseluruhan, bukan bagian-bagian yang terpisah-pisah. Kurikulum harus dapat menerima keutuhan anak sebagai suatu keseluruhan, khususnya mengenai kreativitas dan spontanitasnya. Kurikulum humanistik bersifat child-centered yang menekankan ekspresi diri secara kreatif, individualistis, dan aktivis pertumbuhan dari alam, bebas paksaaan dari luar. Kurikulum ini memadukan antara domain kognitif dan domain afektif sehingga apa yang dipelajari anak mempunyai maknasecara pribadi. Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum humanistik juga mempunyai ciri tersndiri, antara lain : a. Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis agar memiliki integritas tinggi dan sikap positif b. Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pribadinya secara utuh, membantu anak untuk menemukan dan megaktualisasikan diri, baik yang berkenaan dengan intelektual, emosional dan performance c. Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara guru dan siswa. Guru tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Di sini guru harus betul-betul dapat menunjukkan kompetensi yang dimilikinya, baik kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi personal, dan kompetensi sosial d. Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena itu sifatnya subjektif, baik dari guru maupun siswa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar