Selasa, 27 Desember 2016

Media sebagai Aalat Peraga

Pendidikan IPS sebagai salah satu program pendidikan, diharapkan kepada tantangan untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, sehingga menghasilkan manusia Indonesia yang mampu berbuat dan berkiprah dalam kehidupan masyarakat modern (Al Muchtar, 2004:2). Al Muchtar (2004) menyebutkan bahwa kondisi pendidikan IPS pada saat ini menunjukkan bberapa kelemahan, baik dilihat dari proses maupun hasil belajar, antara lain dalam aspek metodologis, dimana pendekatan ekspositoris sangat menguasai seluruh proses belajar (Somantri. 1987). Dipahami bahwa guru mempunyai tugas lebih berat, guru harus mampu memberi motivasi terhadap cara belajar sehingga siswa mampu menguasai bahan ajar dan sukses dalam belajar. Sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan tersebut, diperlukan alat bantu pembelajaran yakni di antaranya media, alat, dan sumber pembelajaran IPS yang tepat dan efektif yang dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan mendorong keberhasilan proses belajar mengajar. Pendidikan IPS sangat penting untuk dipelajari serta dipahami oleh para siswa, oleh karena itu adalah tugas seorang guru dapat memberikan pemahaman pada siswa untuk memahami pendidikan ilmu pengetahuan sosial. 1. Apa saja Pengertian, Fungsi, Manfaat, dan Jenis-Jenis Media Pembelajaran? 2. Bagaimana peranan Sumber Belajar dalam proses pembelajaran? 3. Bagaimana teknik pemilihan Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran? Tulisan dibuat bertujuan untuk membuat kita mengetahui Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran apa saja yang dapat efektif dan efisien untuk di terapkan dalam pendidikan ilmu pengetahuan sosial. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara karafiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’. Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Haryanto, tanpa tahun, hal.2). Dalam pembelajaran (instructional), sumber informasi adalah dosen, guru, instruktur, peserta didik, bahan bacaan dan sebagainya. Menurut Schramm (1997), media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan (informasi) yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Briggs (1997) mendefinisikan media pembelajaran sebagai sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran. Sedang menurut Arief S. Sadiman (1986) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga proses belarjar terjadi (Nuryanto, tanpa tahun, hal. 1). Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat proses belajar mengajar yang pada dasarnya merupakan proses komunikasi. Dalam proses komunikasi tersebuat, guru bertindak sebagai komunikator (communicator) yang bertugas menyampaikan pesan pendidikan (message) kepada penerima pesan (communican) yaitu anak. Dengan demikian, dari pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan atau disediakan oleh guru dimana penggunaannya diintegrasikan ke dalam tujuan dan isi pembelajaran, sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran serta mencapai kompetensi pembelajarannya. Selain isu media dalam pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan/ informasi dari sumber kepada anak didik yang bertujuan agar dapat meransang pikiran, perasaan, minat, dan perhatian anak didik mengikuti kegiatan pembelajaran (Paud Unnes, Tanpa Tahun, hal. 9). 1. Ciri-ciri Media Pendidikan Gerlach & Ely mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu melakukannya. a. Ciri Fiksatif (Fixative Property) Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Contohnya fotografi, video tape dan film. b. Ciri Manipulatif (Manipulative Property) Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Misalnya bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tersebut. c. Ciri Distribitif (Distributive Property) Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Misalnya rekaman video, audio, disket komputer dapat disebar ke seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja. 2. Fungsi Media Pembelajaran Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan metode adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran. Tiga kelebihan kemampuan media (Gerlach & Ely dalam Ibrahim, et.al., 2001) adalah sebagai berikut (Paud Unnes, Tanpa Tahun, hal. 13): a. Kemampuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan, dan menampilkan kembali suatu obyek atau kejadian. Dengan kemampuan ini, obyek atau kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, kemudian dapat disimpan dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya. b. Kemampuan manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali obyek atau kejadian dengan berbagai macam perubahan (manipulasi) sesuai keperluan, misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, warnanya, serta dapat pula diulang-ulang penyajiannya. c. Kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya siaran TV atau Radio. 3. Manfaat Media Pembelajaran Secara umum manfaat media dalam pembelajaran adalah memperlancar interaksi guru dan siswa, dengan maksud membantu siswa belajar secara optimal. Namun demikian, secara khusu manfaat media pembelajaran dikemukakan oleh Kemp dan Dayton (1985), yaitu (Nuryanto, tanpa tahun, hal.3-4).: a. Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan Guru mungkin mempunyai penafsiran yang beraneka ragam tentang sesuatu hal. Melalui media, penafsiran yang beragam ini dapat direduksi dan disampaikan kepada siswa secara seragam. b. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik Media dapat menyampaikan informasi yang dapat didengar (audio) dan dapat dilihat (visual)., sehingga dapat mendeskrIPSikan prinsip, konsep, proses atau prosedur yang bersifat abstrak dan tidak lengkap menjadi lebih jelas dan lengkap. c. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif Jiak dipilih dan dirancang, dengan benar, media dapat membantu guru dan siswa melakukan komunikasi dua arah secara aktif. Tanpa media, guru mungkin akan cenderung berbicara “satu arah” kepada siswa. d. Jumlah waktu belajar-mengajar dapat dikurangi Seringkali terjadi, para guru banyak menghabiskan waktu untuk menjelaskan materi ajar. Padahal waktu yang dihabiskan tidak perlu sebanyak itu, jika mereka memanfaatkan media pembelajaran dengan baik. e. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan Penggunaan media tidak hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien, tetapi juga membantu siswa menyerap materi ajar secara lebih mendalam dan utuh. f. Proses pembelajaran dapat terjadi dimana saja dan kapan saja Media pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar dimana saja dan kapan saja mereka mau,tanpa tergantung pada keberadaan guru. g. Sikap positif siswa terhadap proses belajar dapat ditingkatkan Dengan media, proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Dan hal ini dapat meningkatkan kecintaan dan apresiasi siswa terhadap ilmu pengetahuan dan proses pencarian ilmu. h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif Dengan media, guru tidak perlu mengulang-ulang penjelasan dan mengurangi penjelasan verbal (lisan). Sehingga guru dapat memberikan perhatian lebih banyak kepada aspek pemberian motivasi, perhatian, bimbingan dan sebagainya. 4. Pemilihan Media Ditinjau dari kesiapan pengadaannya, media dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu media jadi karena sudah merupakan komoditi perdagangan dan terdapat di pasaran luas dalam keadaan siap pakai (media by utilization), dan media rancagan karena perlu dirancang dan dipersiapkan secara khusus untuk maksud atau tujuan pembelajaran tertentu (media by design). Dalam Model/Prosedur Pemilihan Media tampaknya model checklist lebih sesuai untuk membakukan prosedur pemilihan media jadi, model matriks lebih serasi untuk digunakan dalam pemilihan media rancangan, sedang model flowchart di atas daapt digunakan baik untuk menggambarkan proses pemilihan media jadi maupun media rancangan. • Pemanfaatan Media Pembelajaran Dalam Pembelajaran IPS Untuk Sekolah Dasar Sebagaimana dimaklumi bersama, bahwa proses pembelajaran saat ini harus berorientasi kepada kepentingan belajar siswa (student centered). Guru dalam hal ini hendaknya dapat berperan lebih aktif dalam mengelola kelas dan mampu memberi motivasi pada siswa agar mau belajar dan dapat menguasai bahan ajar dan berhasil dalam belajar. Dalam kaitan itu, Danim (2002:184) dengan mengutip hasil laporan Ernes L. Boyer, Presiden The Advancement of Teaching, menyampaikan hasil penelitiannya bahwa ada tiga area isu krusial dan profesi guru yang perlu dimiliki dan ditingkatkan yaitu, 1) pengetahuan tentang cara mengelola kelas; 2) pengetahuan dalam bidang mata pelajaran atau penguasaan bahan ajar; dan 3) pembelajaran tentang latar belakang sosiologikal siswa. Ketiga isu tersebut dipandang perlu dikuasai oleh guru, mengingat perkembangan zaman yang begitu cepat dan mengglobal ini tidak dapat dihindari lagi harus disikapi dengan selalu meningkatkan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki guru. Aspek pertama tentang pengetahuan, pengetahuan di sini tidak hanya sekedar tahu tentang apa (know what) mengenai pengelolaan kelas, melainkan yang lebih utama adalah tahu bagaimana (know how) mengenai pengelolaan kelas (classroom management in action). Aspek kedua, pengetahuan dalam bidang mata pelajaran atau penguasaan bahan ajar. Pengetahuan yang di maksud di sini tidak hanya berkaitan dengan subject matter semata melainkan juga pengetahuan dan penguasaan bidang metodologi pembelajaran, seperti strategi pembelajaran, evaluasi pendidikan, pengembangan dan inovasi kurikulum, dasar-dasar pendidikan, etika profesi keguruan, dan lain-lain. Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah pengetahuan tentang latar belakang sosiologikal siswa. Latar belakang sosial siswa itu sangat penting, terutama yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi, agama, budaya, pekerjaan orangtua, perjalanan hidup anak didik, dan sebagainya. Kemampuan dalam bidang manajemen ini penting, terutama manajemen kelas, memang sangat esensial bagi guru. Menurut Segars dkk. Dalam Danim (2002:184), guru yang efektif adalah guru yang mampu menciptakan wahana bagi siswa untuk mendemonstrasikan secara konsisten prestasi level tinggi (high level of achievment). Untuk sampai pada penguasaan dan kemampuan guru yang memiliki kategori guru efektif itu diperlukan tiga area keahlian, yakni : perencanaan, manajemen, dan pengajaran. Pertama, perencanaan, yaitu penciptaan kesiapan kondisi bagi aktivitas kelas mencakup Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP), media dan sumber pembelajaran, dan pengorganisasian lingkungan belajar. Kedua, manajemen, berupa kemampuan guru dalam mengendalikan perilaku siswa. Semakin besar jumlah rombongan belajar, semakin banyak sumber daya yang digunakan. Semakin berat materi atau bahan ajar, semakin dituntut pula kemampuan manajemen dari kalangan guru. Ketiga, pengajaran, yaitu kemampuan guru dalam menciptakan kondisi dan membimbing siswa dalam belajar. Guru harus mampu menarik simpati sehingga ia akan menjadi idola dan dapat menjadi motivasi bagi para siswanya, apa pun pelajaran yan diberikannya. Media belajar merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pemahaman siswa. Menurut Bahri (2002:137) media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, karena memang gurulah yang menghendakinyauntuk membantu pesan-pesan dari bahan pelajaran yang diberikan guru kepada anak didik. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka bahan pelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh setiap anak didik, terutama bahan pelajaran yang rumit dan kompleks. Dengan pemanfaatan media, maka ada balikan dari guru dan siswa sudah dapat berkomunikasi begitu pula dengan siswa dan siswi. Selain itu, pemanfaatan media ini, adanya interaksi optimal anatara guru dengan siswa dan di antara siswa dengan siswa yang lainnya, di mana hal tersebut dapat dikatakan bahwa di dalam proses belajar mengajar di kelas terjadi interaksi yang baik antara. Guru, siswa, dan siswa dengan siswa lainnya. Berkenaan dengan asumsi tersebut di atas, guru memiliki peranan dan tanggung jawab sanagt besar dan penting untuk membantu belajar siswa dalam mengaktualisasikan komponen belajarnya baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Karena kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses komunikasi, proses penyampain pesan, sehingga harus diciptakan atau diwujudkan melalui kegiatan penyampaian dan tukar-menukar pesan atau informasi oleh guru dan peserta didik. Agar tidak terjadi kesesatan dalam proses komunikasi, maka perlu digunakan sarana yang membantu proses komunikasi yang disebut dengan media. Media adalah segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai perantara atau sarana/alat untuk proses komunikasi dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, media yang digunakan untuk memperlancar komunikasi belajar mengajar disebut media pembelajaran. Media pembelajaran adalah alat bantu yang akan membantu kemudahan, kelancaran serta keberhasilan proses belajar sebagaimana yang diharapkan. Media yang dibuat oleh guru, dapat berupa media elektronik, media cetak, bagan (chart), peta/globa, slide atau transparan yang diproyeksikan dengan menggunakan OHP, penampilan, demonstrasi, permainan (games), cerita, LKS, miniatur dan masih banyak lagi jenis-jenis yang dapat dikategorikan sebagai media pembelajaran. Pengelolaan alat bantu pembelajaran sudah sangat di butuhkan. Bahkan pertumbuhan ini bersifat gradual. Metamorfosis dari perpustakaan yang menekankan pada penyediaan media cetak, menjadi penyediaan-permintaan dan pemberian layanan secara multi-sensori dari beragamnya kemampuan individu untuk menyerap informasi, menjadikan pelayanan yang diberikan mutlak wajib bervariatif dan secara luas. Selain itu, dengan semakin meluasnya kemajuan di bidang komunikasi dan teknologi, serta diketemukannya dinamika proses belajar, maka pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran semakin menuntut dan memperoleh media pendidikan yang bervariasi secara luas pula. Karena memang belajar adalah proses internal dalam diri manusia maka guru bukanlah merupakan satu-satunya sumbee belajar, namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang disebut orang. AECT (Association for Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu: 1. Pesan ; di dalamnya mencakup kurikulum (GBPP) dan mata pelajaran. 2. Orang ; di dalamnya mencakup guru, orang tua, tenaga ahli, dan sebagainya. 3. Bahan ; merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran, seperti buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (over head transparency), program slide, alat peraga, dan sebagainya (biasa disebut software). 4. Alat ; yang dimaksud disini adalah sarana (peranti, hardware)untuk menyajikan bahan pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup proyektor OHP, slide, film tape recorder, dan sebagainya. 5. Teknik ; yang dimaksud adalah cara (prosedur) yang digunakan orang dalam memberikan pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran. Di dalamnya mencakup ceramah, permainan/simulasi, tanya jawab, sosiodrama (roleplay), dan sebagainya. 6. Latar (setting) atau lingkungan; termasuk di dalamnya adalah pengaturan ruang, pencahayaan, dan sebagainya. Bahan dan alat yang kita kenal sebagai software dan hardware itu tak lain adalah media pembelajaran. Media pembelajaran adalah sarana untuk mendekatkan siswa dengan sumber belajar melalui penggunaan metode yang relevan. Dalam rangka mengembangkan aspek sosial siswa, maka media pembelajaran IPS menjadi suatu hal uang mutlak digunakan dalam setiap pembelajaran. Terdapat beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS , antara lain : media gambar, media multimedia, dan media konkret yaitu suasana lingkungan sosial yang nyat seperti bangunan. 5. Jenis-jenis Media Pembelajaran Sesuai dengan klasifikasinya, maka setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik tersebut dapat dilihat menurut kemampuan media pembelajaran untuk membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, maupun pembauan/penciuman.Maka media pembelajaran seperti yang telah dijelaskan di atas, berdasarkan tujuan praktis yang akan dicapai dapat dibedakan menjadi tiga kelompok (Nuryanto, tanpa tahun, hal.8). a. Media Grafis Media grafis adalah suatu jenis media yang menuangkan pesan yang akan disampaikan dalam bentuk simbol-simbol komunikasi verbal. Simbol-simbol tersebut artinya perlu difahami dengan benar,agar proses penyampaian pesannya dapat berhasil denagn baik dan efisien. Bentuk-bentuk media grafis antara lain adalah: (1) gambar foto, (2) sketsa, (3) diagram, (4) bagan/chart, (5) grafik, (6) kartun, (7) poster, (8) peta, (9) papan flannel, (10) papan buletin. b. Media Audio Media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang disampaikan melalui media audio dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal maupun non-verbal. Beberapa media yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok media audio antara lain: (1) radio, dan (2) alat perekan pita magnetik, alat perekan pita kaset. c. Media Projeksi Media projeksi diam memiliki persamaan dengan media grafis, dalam arti dapat menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Beberapa media projeksi antara lain adalah: (1) Film bingkai, (2) Film rangkai, (3) Film gelang, (4)Film transparansi, (5) Film gerak 8 mm,16 mm,32 mm, dan (6) Televisi dan Video. PEMANFAATAN MEDIA TELEVISI DALAM PEMBELAJARAN IPS Televisi adalah sebuah media komunikasi massa yang potensial, tidak saja untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang baik ke arah positif maupun negatif, disengaja atau tidak (Marshall, Wrendly, 2002). Televisi dapat disamakan prinsipnya dengan seorang storyteller atau pendongeng (Fiske dan Hartley, 1987) yaitu sebuah media yang mendapatkan kebudayaan lebih dibanding masyarakat yang ada di sekitarnya yang menceritakan tentang sebuah dunia yang lebih luas dan menceritakan kebudayaan yang lebih lebar dari masyarakatnya. Luasnya dampak siaran televisi terhadap kehidupan masyarakat, menjadikan televisi sebagai media yang efektif dan efisien untuk perluasan pendidikan. Hal ini sebagaimana dikemukakan olehEffendy (1994:95), bahwa : upaya mengoptimalkan daya pengaruh positif dari media televisi dan kaset video yang audio-visual itu ialah antara lain dengan menyiarkan acara-acara televisi yang mengarahkan masyarakat dari learning by listening (belajar dengan mendengarkan) dan learning by seeing (belajar dengan melihat) kepada learning by doing (belajar dengan melakukan). pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) disebut juga sebaga synthetic science, karena konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian ditentukan atau di observasi setelah fakta terjadi (Willton dan Mallan, 1998:66-67). Media massa di yakini dapat menggambarkan realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada masa kini pertemuan orang dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah sebuah program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Somantri, 2001:89). Aktivitas guru lebih menonjol dari pada kegiatan siswa dan belajar terbatas pada hapalan (Pelly, 1990). Selain itu Soepardjo (1989) dalam Al Muchtar (2004) menemukan adanya kecenderungan di kalangan siswa dewasa ini anggapan bahwa IPS merupakan bidang studi yang menjemukan dan kurang menantang minat belajar, bahkan lebih dari itu, dipandang sebagai “kelas dua” baik oleh peserta didik maupun orang tua mereka (Pelly, 1990). Hamod Hasan (2007) menyebutkan bahwa manusia memiliki berbagai kemampuan dan dimensi intelektual yang dikemukakan Gardner (2006) tersebut menggambarakan dimensi kemampuan manusia dalam kehidupannya. Sebagai pendidik, khususnya bidang Ilmu Pengetahuan Sosial, rasanya kita telah diingatkan oleh salah seoang tokoh besar bangsa Indonesia, yaitu Muhammad Hatta yang mengatakan: Dalam Memelihara dan Memajukan Ilmu Karakterlah yang Terutama , Bukan Kecerdasan. Kurang Kecerdasan dapat Diisi, Kurang Karakter Sukar Memenuhi. Kalimat diatas setidaknya mampu menggugah guru-guru IPS, bahwa pembelajaran bukan hanya menyampaikna materi supaya siswa cerdas, tapi lebih dari itu, supaya siswa didik memiliki karakteristik pribadi yang peka nurani dan tanggap nalarnya, dalm rangka memecahkan persoalan-persoalan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga poa desain kurikulum, (Sukmadinata, 2004:113) yaitu : 1. Subject centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat bahan ajar. 2. Learner cenered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa. 3. Problem centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat. Dalam berbagai literatur, kurikulum diartikan sebagai suatu dokumen atau rencaan tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka ide atau pemikiran kurikulum IPS yang harus di kembangkan dalam era global adalah rekonstruksionisme sehingga tentunya proses pembelajaran IPS yang di kehendaki pun harus mengejawantahkan ide ide rekonstruksionisme. Dalam ilmu komunikasi, pada tingkat analisi karakter, teknologi merupakan bagiandari Studi Sosial. Sering dikutip dari McLuhan, khususnya yang menyebutkan terbentuknya “global village” akibat teknologi media. Tetapi pandangan McLuhan memang terlalu jauh bagi pengkaji Studi Sosial yang umumnya melakukan kajian positivisme dan bersifat pragmatis. Begitu pula dalam Studi Sosial, spesifikasi diperlukan untuk efisiensi belajar, tetapi saat menghadapi masyarakat, pengkaji pada hakikatnya tidak akan terpaku dengan spesialitas disiplin studi tersebut. Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapatditerima secara serentak dan sesaat. Media masa dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran IPS, karena media massa pada hakikatnya merupakan representasi audio-visual masyarakat itu sendiri. Guru dapat memanfaatkan atau memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS secara optimal dan efektif sehingga dapat menunjang keberhasilan pembelajaran IPS melalui tiga cara, yaitu: 1. Medis massa dapat memperbaiki bagian konten dari kurikulum IPS, 2. Media massa dapat dijadikan alat pembelajaran yang penting bagi IPS, dan 3. Media massa dapat digunakan untuk menolong siswa dalam mempelajari metodologi ilmu-ilmu sosial, khususnya di dalam menentukan dan menginterpretasi fakta-fakta sosial. (Clark, 1965:46-54). Diversifikasi apabila media atau multi media, sanagat direkomendasikan dalam proses pembelajaran IPS, misalnya melalui: pengalaman langsung siswa di lingkungan masyarakat, dramatisasi, pameran dan kumpulan benda-benda, televisi dan film, radio recording, gambar, foto dalam berbagai ukuran yang sesuai bagi pembelajaran IPS, grafik, bagan, chart, skema, peta, majalah, surat kabar, buletin, folder, pamflet dan karikatur, perpustakaan, dan learning resources, laboratorium IPS, serta ceramah, tanya jawab, cerita lisan, dan sejenisnya (Rumampuk, 1988:23-27, Mulyono, 1980:10-12). A. Alat Peraga 1. Pengertian Alat Peraga Pengetahuan tentang alat peraga sangat berkaitan dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yang profesional. Kompetensi tersebut adalah kompetensi profesi, kompetensi pedagogik, kompetensi pribadi dan kompetensi social (UUGD No. 14Tahun 2005, No. 18 Tahun 2007). Dengan memiliki keempat kompetensi diharapkan seorang guru dapat merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang efektif adan menyenangkan (Rohayati, tanpa tahun, hal. 2). Suatu benda dalam pembelajaran dapat menjadi alat peraga, alat, alat pembelajaran, atau tidak mempunyai arti apa-apa. Adapun yang dimaksud alat adalah alat untuk menggambar atau mengukur seperti kalkulator dan komputer. Sedangkan yang dimaksud alat pembelajaran yaitu alat bantu yang digunakan untuk memperlancar pembelajaran, seperti OHP, komputer, papan tulis, spidol/kapur, dsb. Suatu benda dikatakan tidak mempunyai arti apa-apa akan terjadi jika benda tersebut tidak dikaitkan dengan topik dalam pembelajaran. 2. Tujuan Alat Peraga Tujuan dibuatnya alat peraga adalah (Rohayati, tanpa tahun, hal. 3): a. Objek pembelajaran abstrak sehingga perlu peragaan. b. Sifat materi pembelajaran yang tidak mudah dipahami c. Sifat pembelajaran yang kurang baik di mata siswa (membosankan, menakutkan, membuat tegang) d. Kemampuan kognitif siswa masih konkret e. Motivasi belajar yang kurang, aplikasi pembelajaran tidak berbasis kenyataan. 3. Fungsi Alat Peraga Fungsi alat peraga adalah sebagai berikut (Rahmadona, tanpa tahun, hal. 7-8) a. Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah b. Mengembangkan kemampuan siswa berfikir dan bertindak kreatif c. Meningkatkan rasa ingin tahu dan motivasi belajar siswa d. Memperjelas informasi dalam proses belajar mengajar e. Meningkatkan efektivitas penyampaian f. Memperkaya informasi yang diberikan guru g. Menjadikan pendidikan lebih produktif karena dapat memberikan pengalaman belajar lebih dan membuak cakrawala yang lebih luas h. Menambah pengertian nyata tentang suatu pengetahuan i. Mendorong interaksi langsung antara siswa dengan lingkungannya B. Sumber Belajar 1. Pengertian Sumber Belajar Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu(http://file.upi.edu/Direktori/FBPS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/195701011980021-O._SOLEHUDIN/Media_Pembelajaran.pdf). Pendapat lain menyebutkan bahwa sumber belajar merupakan informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa ataupun guru. Sadiamn (2004) dalam (Liandiani, tanpa tahun, hal.7) mendefinisikan bahwa sumber belajar segala sesuatu yang dapat digunakan untuk belajar, yakni dapat berupa orang, benda, pesan, bahan, teknik, dan latar. Dari pengertian tersebut maka sumber belajar dapat dikategorikan sebagai berikut (Liandiani, tanpa tahun, hal. 8): a. Tempat atau lingkungan alam sekitar yaitu dimana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses perubahan tingakh laku maka tempat itu dapat dikategorikan sebagai tempat belajar yang berarti sumber belajar, misalnya perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah, kolam ikan dan lain sebagainya. b. Benda yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya situs, candi, benda peninggalan lainnya. c. Orang yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu di mana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya guru, ahli geologi, polisi, dan ahli-ahli lainnya. d. Bahan yaitu segala sesuatu yang berupa teks tertulis, cetak, rekaman elektronik, web, dll. Yang dapat digunakan untuk belajar. e. Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa lainnya yang guru dapat menjadikan peristiwa atau fakta sebagai sumber belajar. 2. Asal Usul Sumber Belajar Ditinjau dari asal usulnya, sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: sumber belajar yang dirancang (Learning resource by Design) yaitu sumber belajar yang memang sengaja dibuat untuk tujuan pembelajaran. Contohnya adalah : buku pelajaran, modul, program audio, transparansi (OHT). Jenis sumber belajar yang kedua adalah sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (Learning Resource by Utilization) yaitu sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran, namun dapat ditemukan, dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnhya: pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan, kebun binatang, waduk, museum, film, sawah, terminal, surat kabar, siaran televisi, dan maih banyak lagi yang lain. Bahan-bahan yang merupakan sumber belajar tersebut perlu dikembangkan dan dikelola dengan sebaik-baiknya oleh sebuah badan/wadah yang disebut Pusat Sumber Belajar agar dapat memberikan kemudahan dan berfungsi secara optimal untuk proses pembelajaran (Liandiani, tanpa tahun, hal. 11). 3. Fungsi Sumber Belajar Dilihat dari segi fungsi dan perannya, terutama kemampuannya dalam melakukan interaksi dan komunikasi dengan para peserta didik, sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: alat peraga (teaching aids) atau alat audio viual (audio-visual aids) dan media pembelajaran. Oleh sebab itu sumber belajar harus dikembangkan dan dirancang secara sistematis berdasarkan kebutuhan kegiatan pembelajaran yang akan dialksanakan dan juga berdasarkan pada karateristik para peserta didik yang akan mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut (Liandiani, tanpa tahun, hal. 11). Fungsi lain dari sumber belajar adalah : a. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban guru dalam mnyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah. b. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara: (a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional; dan (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai denan kemampuannya. c. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara : (a) perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian. d. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan : (a) meningkatkan kemampuan sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit. e. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu ; (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit ; (b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung. f. Memungkinkan penyajian pembelajaran yangh lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis. 4. Peranan Sumber Belajar dalam Proses Pembelajaran Sumber belajar mempunyai peran yang sangat erat dengan pembelajaran yang dilakukan, adapun peranan tersebut dalam pembelajaran adalah sebagai berikut (Liandiani, tanpa tahun, hal. 13): a. Peranan Sumber Belajar dalam Pembelajaran Individual Pola komunikasi dalam belajar individual sangat dipengaruhi oleh peranan sumber belajar yang dimanfaatkan dalam proses belajar. Titik berat pembelajaran individual adalah pada peserta didik, sedang guru mempunyai peranan sebagai penunjang atau fasilitator. Dalam pembelajaran individual terdapat tiga pendekatan yang berbeda yaitu (1) Front line teaching method, dalam pendekatan ini guru berperan menunjukkan sumber belajar yang perlu dipelajari; (2) Keller Plan, yaitu pendekatan yang menggunakan teknik personalized system of instruksional (PSI) yang ditunjang dengan berbagai sumber berbentukaudio visual yang didesain khusus untuk belajar individual; (3) Metode proyek, peranan guru cenderung sebagai penasehat dibanding pendidik, sehingga peserta didiklah yang bertanggung jawab dalam memilih, merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan belajar. b. Peranan Sumber Belajar dalam Belajar Klasikal Pola komunikasi dalam belajar klasikal yang dipergunakan adalah komunikasi langsung antar guru dengan peserta didik. Hasil belajar sangat tergantung oleh kualitas guru, karena guru merupakan sumber belajar utama. Sumber lain seolah-olah tidak ada peranannya sama sekali, karena frekuensi belajar didominasi interaksinya dengan guru. Pemanfaatan sumber belajar selain guru, sangat selektif dan sangat ketat di bawah petunjuk dan kontrol guru. Di samping itu guru sering memaksakan penggunaan sumber belajar yang kurang relevan dengan ciri-ciri peserta didik dan tujuan belajar, hal ini terjadi karena sumber belajar yang tersedia terbatas. Peranan sumber belajar secara keseluruhan seperti terlihat dalam pola komunikasinya selain guru rendah. Keterbatasan penggunaan sumber belajar terjadi karena metode pembelajraan yang utama hanyalah metode ceramah. Menurut Percipal dan Ellington (1984), bahwa perhatiannya yang penuh dalam belajar dengan metode ceramah (attention spannya) makin lama makin menurun drastis. Misalnya dalam 50 menit belajar, maka pada awal belajar attention spannya berkisar antara 12-15 menit, kemudian makin mendekati akhir pelajaran turun menjadi 3-5 menit. Di samping itu British Audio Visual Association (1985), menyatukan bahwa 75% pengetahuan diperoleh melalui indera penglihatan, 13% indera pendengaran, 6% indera sentuhan dan rabaan dan 6% indera penciuman dan lidah. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh perusahaan Sovocom Companydi Amerika dalam Sadiman (1989:155-156), tentang kemampuan manusia dalam menyimpan pesan adalah :verbal (tulisan)20% Audio saja 10% visual saja 20%, Audio visual 50%. Tetapi kalau proses belajar hanya menggunakan metode (a) Membaca saja, maka pengetahuan yang mengendap hanya 10 % (b) Mendengarkan saja pengetahuan yang mengendap hanya 20%. (c) Melihat saja pengetahuan yang mengendap bisa 50%. Dan (e) Mengungkapkan sendiri pengetahuan yang mengendap bisa 80%. (f) Mengungkapkan sendiri dan mengulang pada kesempatan lain 90%. Dari penjelasan tersebut di atas, bahwa guru harus pandai memilih dan mengkombinasikan metode pembelajran dengan belajar yang ada. c. Peranan Sumber Belajar dalam Belajar Kelompok Pola komunikasi dalam belajar kelompok, menurut Derek Rowntere dalam bukunya Educational Technology in Curiculum Development (1982), menyajikan dua pola komunikasi yang secara umum ditetapkan dalam belajar yaitu pola: 1} Buzz Sessions (diskusi singkat) adalah kemampuan yang diperoleh peserta didik untuk didiskusikan singkat sambil jalan. Sumber belajar yang digunakan adalah materi yang digunakan sebelumnya; 2} Controllet discussion (diskusi di bawah kontrol guru), sumber belajarnya antara lain adalah bab dari suatu buku, materi dari program audio visual, atau masalah dalam praktik laboraturium; 3} Tutorial adalah belajar dengan guru pembimbing, sumber belajarnya adalah masalah yang di temui dalam belajar, harian, bentuknya dapat bab dari buku, topik masalah dan tujuan instruksional tertentu. 4} Team project (tim proyek) adalah suatu pendekatan kerjasama antar anggota kelompok dengan cara mengenai suatu proyek oleh tim; 5} Simulasi (persentasi untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya); Micro teaching, (proyek pembelajaran yang direkam dengan video); dan 6} Self helf group (kelompok swamandiri). 5. Jenis-jenis Sumber Belajar Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu : a. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara khusu dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal. b. Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization) yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Dari kedua macam sumber belajar, sumber-sumber belajar dapat berbentuk : (1) pesan: informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng, hikayat, dan sebagainya (2) orang: guru, instruktur, siswa, ahli, narasumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier, dan sebagainya; (3) bahan: buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik, dan sebagainya; (4) alat/perlengkapan : perangkat keras, komputer, radio, televisi, VCD/DVD , kamera, papan tulis, generator, mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng, dan sebagainya; (5) pendekatan/metode/teknik: diskusi, seminar, pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan, permainan biasa, diskusi, debat, talkshow dan sejenisnya; dan (6) lingkungan: ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, taman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya. d. Teknik Pemilihan Media, Alat dan Sumber Pembelajaran Dalam menetukan media pembelajaran yang akan dipakai dalam proses belajar mengajar, pertama-tama seorang guru harus mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan karateristik media yang akan dipilihnya. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan, maka pemilihan media dapat dilakukan berdasarkan (Nuryanto, tanpa tahun, hal. 11): 1. Apakah media yang bersangkutan relevan dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai? 2. Apakah ada sumber informasi, katalog mengenai media yang bersangkutan? 3. Apakah perlu dibentuk tim untuk memonitor yang terdiri dari para calon pemakai? (Sadiman, 1986). Dalam pemilihan media, salah satu cara yang dapat digunakan untuk memilih yaitu dengan menggunakan matriks. Selain dari itu, dapat dikemukakan pula bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan media antara lain adalah : (1) tujuan instruksional yang ingin dicapai, (2) karakteristik siswa, (3) jenis rangsangan belajar yang diinginkan (audio atau visual), keadaan latar atau lingkungan, dan gerak atau diam, (4) ketersediaan sumber setempat, (5) apakah media siap pakai, ataukah media rancang, (6) kepraktisan dan ketahanan media, (7) efektifitas biaya dalam jangka waktu panjang. Dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut : (1) ekonomis; tidak harusterpatok pada harga yang mahal; (2) praktis: tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka; (3) mudah: dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita; (4) fleksibel: dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional dan; (5) sesuai dengan tujuan: mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar(http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/195701011980021-O._SOLEHUDIN/Media _Pembelajaran.pdf). Sumber belajar selama ini dianggap sebagai suatu barang yang sulit dan membutuhkan biaya yang tinggi untuk mendapatkannya. Hal ini disebabkan karena guru ataupun peserta didik kurang memiliki kreativitas dan inovasi dalam memanfaatkan bahan-bahan atau benda-benda yang ada sekitar di lingkunagnnya. Pemanfaatan sumber belajar di sekolah baik yang di rancang maupun yang tinggal dimanfaatkan belum berjalan secara baik dan optimal. Banyak guru yang masih menggunakan paradigma lama, yang mengajar dengan hanya bersumberkan pada buku pelajaran yang ada, dan tidak memiliki motivasi dan inovasi untuk menciptakan sumber belajar lainnya yang dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajarannya. Guru pun kurang kreatif dalam membuat sendiri media pemeblajaran maupun bahan ajar yang dibutuhkannya (Liandiani, tanpa tahun, hal. 16). Guru seharusnya dapat membuat dan menyediakan sumber belajar yang sederhana dan murah. Misalkan, bagaimana guru dan siswa dapat memanfaatkan benda-benda yang ada lingkungan kelas, sekolah, dan masyarakat ataupun bahan-bahan bekas. Bahan bekas, yang banyak berserakan di sekolah dan rumah, seperti kertas, mainan, kotak pembungkus, bekas kemasan sering luput dari perhtian kita. Dengan sentuhan kreativitas, bahan-bahan bekas yang biasanya dibuang secara percuma dapat dimodifikasi dan di daur ulang menjadi sumber belajar yang sangat berharga. Sumber belajar lainnya yang seharusnya dikelola dengan baik adalah perpustakaan. Tidak sedikit perpustakaan yang ada di sekolah-sekolah belum dikelola dengan baik sebagai pusat sumber belajar, perpustakaan hanya menjadi sarana atau tempat penyimpanan buku saja. Siswa tidak termotivasi memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar. Perpustakaan mestinya dapat menjadi sumber dan penyimpanan informasi dan pengetahuan baik berupa bahan cetak (buku/tulisan), elektronik dan audio visual ataupun dalam bentuk yang lain, sehingga perpustakaan dapt berfungsi sebagai sumber belajar bagi semua peserta belajar, para profesional, para peneliti dan bagi siapapun yang memerlukan informasi dan pengetahuan. Banyak orang beranggapan bahwa untuk menyediakan sumber belajar menuntut adanya biaya yang tinggi dan sulit untuk mendapatkannya, yang kadang-kadang ujung-ujungnya akan membebani orang tua siswa untuk mengeluarkan dana pendidikan yang lebih besar lagi. Padahal dengan berbekal kreativitas, guru dapat membuat dan menyediakan sumber belajar yang sederhana dan murah. Misalkan, bagaimana guru dan siswa dapat memanfaatkan barang bekas. Sementara kriteria memilih alat peraga adalah alat peraga sesuai dengan tujuan pembelajaran, sesuai dengan karakteristik siswa dan ketersediaan biaya, aman bagi pengguna dan memberikan kemudahan pada saat menggunakannya. Dalam pembelajaran IPS, alat peraga yang dapat digunakan adalah peta dan globe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar